Senin, 04 Juni 2012

Industri Media Buku




Oleh Fanny Mayangsari - mahasiswi FIKOM UNISBA 2009
Senin, 4 Juni 2012

Perkembangan yang pesat dalam teknologi informasi dan komunikasi, serta terjadinya konvergensi teknologi, menyebabkan lahirnya berbagai jenis media baru, yang tidak secara sederhana dapat kita pilah dengan kategori media cetak atau elektronik
Perkembangan kedua yang patut dicermati berkaitan dengan kondisi lingkungan tempat industri media tersebut hidup. Kondisi lingkungan memberi tekanan-tekanan pada institusi media bersangkutan. Globalisasi, yang ditandai dengan pergerakan bebas informasi, uang, tenaga kerja, produk dan jasa melintasi batas-batas tradisional negara, makin mendesak berbagai institusi media untuk betul-betul bersifat kompetitif, jika mau survive.
Tren terakhir menunjukkan semakin ketatnya iklim persaingan dan semakin menguatnya nilai-nilai kepentingan ekonomi (profit) atas nilai-nilai “jurnalisme murni”. Pemilihan topik atau isu untuk diliput, misalnya, semakin mempertimbangkan faktor untung-rugi (cost-benefit) secara finansial. Jadi, tidak semata-mata hanya mempertimbangkan nilai “jurnalisme murni.”
Dalam hal ini , masyarakat tentunya lebih banyak memilih media yang lebih instant dan cepat  untuk mengetahui banyak informasi yang dibutuhkan .Oleh karena itu , media-media informasi akan terus berkembang pesat . Dan bagaimanakah dengan industri media cetak seperti buku yang semakin lama semakin tertekan zaman oleh kecanggihan teknologi dan kemudahan mencari informasi.
Industri media buku di Indonesia sendiri mulai memudar seiring dengan hadirnya media online yang memberikan kepraktisan kepada pembacanya dengan search engine seperti google. Tanpa harus membawa berbagai buku atau mengeluarkan banyak uang untuk membeli buku, dengan internet kita bisa mencari segala informasi yang kita perlukan dengan sangat mudah dan free download.
Era globalosasi ini merupakan ancaman kepada industri buku untuk terus mengembangkan teknik pengindustrian dari segala aspek. Contohnya dengan pembuatan e-book yang pada kenyataanya belum berkembang secara baik.

A.      PEMBAHASAN
1.       Pengertian Buku
Buku adalah kumpulan kertas atau bahan lainnya yang dijilid menjadi satu pada salah  satu ujungnya dan berisi tulisan atau gambar. Setiap sisi dari sebuah lembaran kertas pada buku disebut sebuah halaman. Seiring dengan perkembangan dalam bidang dunia informatika, kini dikenal pula istilah e-book atau buku-e (buku elektronik), yang mengandalkan komputer dan Internet (jika aksesnya online).
2.       Jenis-jenis Buku
1.        Komik
Menurut Will Eisner dalam bukunya Graphic Storytelling, komik adalah tatanan gambar dan balon kata yang berurutan. Scott McCloud punya pendapat lain, katanya dalam buku Understanding Comics, komik didefinisikan sebagai gambar yang menyampaikan informasi atau menghasilkan respons estetik pada yang melihatnya.
2.        Cergam
Arswendo Atmowiloto (1986) mengungkapkan bahwa cergam sama dengan komik, gambar yang dinarasikan, kisah ilustrasi, picto-fiksi dan lain-lain. 
3.  Novel
Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif; biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis. Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti "sebuah kisah, sepotong berita".
Novel lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks dari cerpen, dan tidak dibatasi keterbatasan struktural dan metrikal sandiwara atau sajak. Umumnya sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan menitikberatkan pada sisi-sisi yang aneh dari naratif tersebut. 
4.  Novelet
Cerita tanggung, untuk dikatakan cerpen dia terlalu panjang, untuk dikatakan novel terlalu pendek. Jumlah halaman novelet diperkira berada di antara 40-50 halaman. Namun, batasan ini sangat relatif, tidak mutlak. 
5.  Nomik
Nomik adalah singkatandari novel komik. 
6.  Antologi (kumpulan)
Secara harfiah antologi diturunkan dari kata bahasa Yunani yang berarti "karangan bunga" atau "kumpulan bunga", adalah sebuah kumpulan dari karya-karya sastra. Awalnya, definisi ini hanya mencakup kumpulan puisi (termasuk syair dan pantun) yang dicetak dalam satu volume. Namun, antologi juga dapat berarti kumpulan karya sastra lain seperti cerita pendek, novelpendek, prosa, dan lain-lain. Dalam pengertian modern, kumpulan karya musik oleh seorang artis, kumpulan cerita yang ditayangkan dalam radio dan televisi juga tergolong antologi. KBBI mendefinisikan antologi sebagai kumpulan karya tulis pilihan dr seorang atau beberapa orang pengarang. Antologi dapat pula disebut bunga rampai. 
7.  Dongeng
Dongeng, merupakan suatu kisah yang di angkat dari pemikiran fiktif dan kisah nyata, menjadi suatu alur perjalanan hidup dengan pesan moral, yang mengandung makna hidup dan cara berinteraksi dengan mahluk lainnya. Dongeng juga merupakan dunia hayalan dan imajinasi, dari pemikiran seseorang yang kemudian di ceritakan secara turun-temurun dari generasi kegenerasi. Dalam satu buku, bisa terdiri atas satu atau lebih dongeng. Sekarang, banyak buku-buku dongeng yang merupakan saduran dan disesuaikan dengan kehidupan masa kini. 
8.  Biografi
Biografi adalah kisah atau keterangan tentang kehidupan seseorang. Sebuah biografi lebih kompleks daripada sekadar daftar tanggal lahir atau mati dan data-data pekerjaan seseorang, biografi juga bercerita tentang perasaan yang terlibat dalam mengalami kejadian-kejadian. Biografi yang ditulis sendiri oleh tokohnya dinamakan autobiografi. 
9.  Catatan harian (jurnal/diary)
Catatan harian adalah buku yang isinya berdasarkan catatan harian atau catatan harian itu sendiri, misalnya catatan harian Anne Frank. Buku yang dibuat berdasarkan catatan harian misalnya, Bersaksi di Tengah Badai karya Wiranto.
10.  Ensiklopedia
Ensiklopedia adalah buku yang berisi penjelasan mengenai setiap cabang ilmu pengetahuan yang tersusun menurut abjad atau menurut kategori secara singkat dan padat. 
Kenyataannya, kita sering menemukan istilah ensiklopedi, padahal yang tepat adalah ensiklopedia. Seorang praktisi penerbitan saat ditanya kecenderungan mereka menggunakan kata ensoklopedi karena istilah tersebut dipandang lebih familier. Pada dasarnya, istilah apapun yang kita gunakan, hendaknya harus disadari ketepatan apalagi tentang asal-usul beserta fungsi istilah tersebut. 
11.  Fotografi
Fotografi berasal dari 2 kata yaitu photo yang berarti cahaya dan graph yang berarti tulisan atau lukisan. Dalam seni rupa, fotografi adalah proses melukis atau menulis dengan menggunakan media cahaya. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat paling populer untuk menangkap cahaya ini adalah kamera. 
Karya-karya foto seseorang atau beberapa orang dapat saja dijadikan buku. Buku jenis ini akan lebih menarik jika disertai keterangan mengenai objeknya. Untuk kepentingan lain, buku fotografi ini bisa juga berisi penjelasan mengenai cara atau strategi untuk menghasilkan foto-foto seperti yang tercetak. 
12.  Karya ilmiah
Laporan penelitian, disertai, tesis, skripsi, dan sebagainya. 
13.  Tafsir
Tafsir adalah keterangan atau penjelasan tentang ayat-ayat Al-quran agar maksudnya lebih mudah dipahami. Tafsir harfiah berarati tafsir kata demi kata, tafsir mimpi adalah penggunaan ciri-ciri modern untuk menguraikan arti mimpi. Buku yang berisi materi tentang hal ini dinamakan buku tafsir.  
14.  Kamus
Kamus adalah buku acuan yg memuat kata dan ungkapan, biasanya disusun menurut abjad berikut keterangan tentang makna, pemakaian, atau terjemahannya. Kamus dapat pula diartikan sebagai buku yg memuat kumpulan istilah atau nama yang disusun menurut abjad beserta penjelasan tentang makna dan pemakaiannya (KBBI). 
Wikipedia menguraikan kamus sebagai sejenis buku rujukan yang menerangkan makna kata-kata. Kamus berfungsi membantu seseorang mengenal kosakata baru. Selain menerangkan maksud kata, kamus juga mungkin mempunyai pedoman sebutan, asal-usul (etimologi) kata dan juga contoh penggunaannya. Untuk memperjelas, kamus juga dapat disertai ilustrasi. 
15.  Panduan (how to)
Disebut juga buku petunjuk, misalnya buku tentang beternak ayam, berkebun kelapa sawit, kiat memperoleh dan kiat menjalani beasiswa di luar negeri, dan sebagainya. 
16.  Atlas
Kumpulan peta yang disatukan dalam bentuk buku. Selain dalam bentuk buku, atlas juga ditemukan dalam bentuk multimedia, misalnya Google Earth. Atlas dapat memuat informasi geografi, batas negara, statisik geopolitik, sosial, agama, serta ekonomi. 
17.  Ilmiah
Buku yang disusun berdasarkan kaidah keilmiahan. Misalnya, buku yang disusun berdasarkan hasil penelitian dan disampaikan dalam bahasa ilmiah. 
18.  Teks
Sederhananya adalah buku pelajaran, diktat, modul. 
19.  Mewarnai
Buku jenis ini identik dengan buku anak-anak, isinya biasanya berupa garis-garis yang membentuk gambar. Fungsinya, adalah membantu anak-anak untuk belajar mewarnia objek.
3.       Bagian-bagian Buku
Seperti juga media lain, buku juga mempunyai bagian-bagiannya (komponen buku). Pada umumnya, bagian buku terbagi menjadi 2, yaitu sampul buku (cover) dan tubuh buku (isi buku). 
Cover buku merupakan penutup atau pelindung isi buku. Cover/sampul buku juga berperan sebagai informasi pertama yang akan diberikan kepada pembaca tentang isi buku. Sedangkan isi buku adalah bagian pokok yang menyajikan seluruh gagasan, pemikiran penulis secara utuh dan koheren.

1. Cover/Sampul Buku
a. Cover terdiri atas dua jenis, yaitu softcover dan hardcover. Softcover pada umumnya paling sering digunakan oleh penerbit-penerbit buku. Softcover juga biasa disebut sampul lunak atau juga paperback. Bahan cover ini biasanya menggunakan kertas art paper 120 gr atau artcartoon 230 gr. Sedangkan jenis kedua adalah hardcover. Ukuran kertas jauh lebih tebal dan kuat.Hardcover biasanya digunakan untuk menyampuli buku-buku luks seperti ensiklopedi atau buku-buku yang diasumsikan akan abadi, buku yang tidak akan basi walau zaman terus berubah. Resikonya, harga buku yang menggunakan hardcover akan jauh lebih mahal bagi pembaca/pembeli daripada buku bersampul soft.
b. Di dalam cover buku, termuat berbagai bagian-bagian kecil. Bagian-bagian itu antara lain sampul depan, sampul belakang, punggung sampul, telinga sampul depan, dan telinga sampul belakang. Telinga sampul biasa juga disebut sebagai lidah sampul ataupun jaket sampul. Bagian-bagian tersebut tentu mempunyai fungsinya masing-masing.
Sampul depan berfungsi sebagai informasi pertama yang akan diberikan kepada pembaca tentang isi buku. Pada sampul depan terdapat judul buku, nama penulis/penyusun, nama penerbit, dan biasanya terdapat juga endorsement,tagline, pointer, dll.
Sampul belakang biasanya diisi dengan no. ISBN dan barcode, endorsement, blurb (sinopsis), keautoritatifan penulis/penyusun, dll. Sedangkan telinga sampul biasanya diisi dengan tambahanendorsement atau biografi singkat pengarang, ataupun sinopsis buku.

2. Isi Buku
Isi buku terdiri atas lembaran-lembaran kertas yang disusun dengan rapi sesuai urutan halamannya. Ukuran isi buku harus disesuaikan dengan cover buku. 
Karena Indonesia tidak punya standar ukuran baku untuk buku, maka ada berjenis-jenis ukuran buku. Untuk ukuran buku yang biasa disebut buku saku (seperti novel dan bacaan ringan lain) berukuran 15,5 X 23,5 cm atau 13 X 20 cm. Untuk ukuran buku sekolah biasanya lebih lebar, 17,5 X 25 cm, 19 X 26 cm, 21 X27,5 cm, dll. Ada juga yang biasanya lebih besar, yaitu ensiklopedi anak atau pelajar.
Isi buku mempunyai bagian pokok, yaitu kulit ari (kulit perancis atau front pages atau preliminary pages), isi, dan halaman akhir (end pages). Kulit ari berisi identitas buku dan penjelasan pengantar serta pemetaan/daftar mengenai isi buku. Kulit ari biasanya berisi halaman copyright, identitas buku (yang meliputi judul buku, nama penulis, nama editor, layouter, desain sampul, nama penerbit, kota terbit, tahun terbit, dll), kata pengantar dan atau kata pendahuluan, dan yang terakhir adalah daftar isi.
Isi merupakan bagian-bagian pemaparan penulis secara utuh yang merupakan jantung buku tersebut. Sedangkan halaman terakhir biasanya berisi daftar pustaka, profil penulis, lampiran, indeks, dll.
Lembaran-lembaran isi selanjutnya akan disatukan dan dijilid dengan sampul buku. Ada tiga macam jilid, yaitu jilid benang, jilid kawat, dan jilid lem panas (atau disebut binding). Penentuan jenis jilid biasnya dpengaruhi oleh ketebalan buku. Untuk buku-buku bacaan, sebagian besar memakai jilid lem panas (binding). 

4.       Sejarah Perkembangan Buku Dunia
Pada zaman kuno, tradisi komunikasi masih mengandalkan lisan. Penyampaian informasi, cerita-cerita, nyanyian, do’a-do’a, maupun syair, disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut. Karenanya, hafalan merupakan ciri yang menandai tradisi ini. Semuanya dihafal. Kian hari, kian banyak saja hal-hal yang musti dihafal. Saking banyaknya, sehingga akhirnya mereka kewalahan alias tidak mampu menghafalkannya lagi. Hingga, terpikirlah untuk menuangkannya dalam tulisan. Maka, lahirlah apa yang disebut sebagai buku kuno. 
Buku kuno ketika itu, belum berupa tulisan yang tercetak di atas kertas modern seperti sekarang ini, melainkan tulisan-tulisan di atas keping-keping batu (prasasti) atau juga di atas kertas yang terbuat dari daun papyrus. Papyrus adalah tumbuhan sejenis alang-alang
Mesir merupakan bangsa yang pertama mengenal tulisan yang disebut hieroglif. Tulisan hieroglif yang diperkenalkan bangsa Mesir Kuno bentuk hurufnya berupa gambar-gambar. Mereka menuliskannya di batu-batu atau pun di kertas papyrus. Kertas papyrus bertulisan dan berbentuk gulungan ini yang disebut sebagi bentuk awal buku atau buku kuno.
Selain Mesir, bangsa Romawi juga memanfaatkan papyrus untuk membuat tulisan. Panjang gulungan papyrus itu kadang-kadang mencapai puluhan meter. Hal ini sungguh merepotkan orang yang menulis maupun yang membacanya. Karena itu, gulungan papyrus ada yang dipotong-potong. Papyrus terpanjang terdapat di British Museum di London yang mencapai 40,5 meter.
Kesulitan menggunakan gulungan papyrus, di kemudian hari mengantarkan perkembangan bentuk buku mengalami perubahan. Perubahan itu selaras dengan fitrah manusia yang menginginkan kemudahan. Dengan akalnya, manusia terus berpikir untuk mengadakan peningkatan dalam peradaban kehidupannya. Maka, pada awal abad pertengahan, gulungan papyrus digantikan oleh lembaran kulit domba terlipat yang dilindungi oleh kulit kayu yang keras yang dinamakan codex.
Perkembangan selanjutnya, orang-orang Timur Tengah menggunakan kulit domba yang disamak dan dibentangkan. Lembar ini disebut pergamenum yang kemudian disebut perkamen, artinya kertas kulit. Perkamen lebih kuat dan lebih mudah dipotong dan dibuat berlipat-lipat sehingga lebih mudah digunakan. Inilah bentuk awal dari buku yang berjilid.
Di Cina dan Jepang, perubahan bentuk buku gulungan menjadi buku berlipat yang diapit sampul berlangsung lebih cepat dan lebih sederhana. Bentuknya seperti lipatan-lipatan kain korden.
Buku-buku kuno itu semuanya ditulis tangan. Awalnya yang banyak diterbitkan adalah kitab suci, seperti Al-Qur’an yang dibuat dengan ditulis tangan. 
Di Indonesia sendiri, pada zaman dahulu, juga dikenal dengan buku kuno. Buku kuno itu ditulis di atas daun lontar. Daun lontar yang sudah ditulisi itu lalu dijilid hingga membentuk sebuah buku.
Perkembangan perbukuan mengalami perubahan signifikan dengan diciptakannya kertas yang sampai sekarang masih digunakan sebagai bahan baku penerbitan buku. Pencipta kertas yang memicu lahirnya era baru dunia perbukuan itu bernama Ts’ai Lun. Ts’ai Lun berkebangsaan Cina. Hidup sekitar tahun 105 Masehi pada zaman Kekaisaran Ho Ti di daratan Cina. 
Penemuan Ts’ai Lun telah mengantarkan bangsa Cina mengalami kemajuan. Sehingga, pada abad kedua, Cina menjadi pengekspor kertas satu-satunya di dunia. 
Sebagai tindak lanjut penemuan kertas, penemuan mesin cetak pertama kali merupakan tahap perkembangan selanjutnya yang signifikan dari dunia perbukuan. Penemu mesin cetak itu berkebangsaan Jerman bernama Johanes Gensleich Zur Laden Zum Gutenberg.
Gutenberg telah berhasil mengatasi kesulitan pembuatan buku yang dibuat dengan ditulis tangan. Gutenberg menemukan cara pencetakan buku dengan huruf-huruf logam yang terpisah. Huruf-huruf itu bisa dibentuk menjadi kata atau kalimat. Selain itu, Gutenberg juga melengkapi ciptaannya dengan mesin cetak. Namun, tetap saja untuk menyelesaikan satu buah buku diperlukan waktu agak lama karena mesinnya kecil dan jumlah huruf yang digunakan terbatas. Kelebihannya, mesin Gutenberg mampu menggandakan cetakan dengan cepat dan jumlah yang banyak. 
Gutenberg memulai pembuatan mesin cetak pada abad ke-15. Teknik cetak yang ditemukan Gutenberg bertahan hingga abad ke-20 sebelum akhirnya ditemukan teknik cetak yang lebih sempurna, yakni pencetakan offset, yang ditemukan pada pertengahan abad ke-20.
5.       Buku di Era Modern
Di era modern sekarang ini perkembangan teknologi semakin canggih. Mesin-mesin offset raksasa yang mampu mencetak ratusan ribu eksemplar buku dalam waktu singkat telah dibuat. Hal itu diikuti pula dengan penemuan mesin komputer sehingga memudahkan untuk setting (menyusun huruf) dan lay out (tata letak halaman). Diikuti pula penemuan mesin penjilidan, mesin pemotong kertas, scanner (alat pengkopi gambar, ilustrasi, atau teks yang bekerja dengan sinar laser hingga bisa diolah melalui computer), dan juga printer laser (alat pencetak yang menggunakan sumber sinar laser untuk menulis pada kertas yang kemudian di taburi serbuk tinta). 
Semua penemuan menakjubkan itu telah menjadikan buku-buku sekarang ini mudah dicetak dengan sangat cepat, dijilid dengan sangat bagus, serta hasil cetakan dan desain yang sangat bagus pula. Tak mengherankan bila sekarang ini kita dapati berbagai buku terbit silih berganti dengan penampilan yang semakin menarik. 
Bahkan sampai sekarang ini pun, di negara kita Indonesia, kendati sedang diterpa krisis, kondisi ekonomi masih gonjang-ganjing, tapi penerbit-penerbit buku malahan bermunculan. Banyak sekali jumlahnya, hingga tak terhitung, sebab tak tersedia data yang dapat dipertanggungjawabkan. Tidak juga di Ikatan Penerbit Indonesia [IKAPI]. Sebab tidak semua penerbit bergabung dengan lembaga ini.
Namun, dari pengamatan sekilas saja, kita akan dapat segera menyimpulkan, betapa penerbit-penerbit buku saat ini semakin banyak saja jumlahnya. Tengoklah, di toko-toko buku yang ada di berbagai kota di negeri ini, maka akan kita jumpai, berderet-deret bahkan bertumpuk-tumpuk buku-buku baru terbit silih berganti bak musim semi dengan beragam judul dan beraneka desain sampul yang menawan dari berbagai penerbit, baik dari penerbit besar yang sudah mapan dan lebih dulu eksis, maupun dari penerbit kecil yang baru merintis dan masih kembang-kempis.
Animo masyarakat pun terhadap buku nampak juga mengalami peningkatan. Ini nampak dari banyaknya buku-buku bestseller yang laris manis diserbu masyarakat. 
Memang, dibanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang nyaris 200 juta orang, sungguh mengherankan bahwa sebuah judul buku yang laku beberapa ribu saja sudah terasa menyenangkan dan dianggap bestseller. Akan tetapi, kondisi ini tentu jauh lebih baik bila dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya.
Bagi seorang muslim da’i yang memiliki komitmen dengan dakwah, kondisi di atas akan dimanfaatkan untuk kepentingan dakwah. Menulis buku-buku bernuansa dakwah adalah pilihan yang sudah selayaknya untuk dilakukan. Agar buku benar-benar menjelma fungsinya sebagai pencerdas dan pencerah umat, bukan sebaliknya.
6.  Sejarah Perkembangan Buku Di Indonesia
Sejak zaman kerajaan-kerajaan di Indonesia, sesungguhnya telah terdapat banyak naskah berbentuk buku ataupun lembaran-lembaran yang ditulis tangan, baik berupa karya sastra, kenegaraan (naskah perjanjian), hingga ayat-ayat suci. Kitab-kitab seperti Nagara Kertagama karya Mpu Prapanca di abad 14, Sutasoma karya Mpu Tantular, dan lain-lain cukup dikenal publik sebagai peninggalan berharga dari sejarah Indonesia.
Buku-buku Islam karya berbagai ulama terkenal juga amat mewarnai dan mempengaruhi budaya dan kehidupan masyarakat saat itu. Sebut saja semisal Kitab Tajussalatin atau Mahkota Segala Raja yang dikarang oleh Bukhari Al-Jauhari pada tahun 1603. Bahkan dalam kitab seperti "Serat Centini" dan "Serat Cebolek" yang merupakan karya sastra Jawa kuno, yang tersusun pada abad ke-19, disebutkan bahwa sejak permulaan abad ke--16 di Nusantara telah banyak dijumpai pesantren besar yang mengajarkan kitab-kitab Islam klasik di bidang fikih, teologi, dan tasawuf.
a. Buku di Zaman VOC
Namun perkembangan yang menandai dimulainya kegiatan percetakan di tanah air terjadi ketika mesin cetak masuk ke Hindia Belanda abad ke -17 yang dibawa oleh VOC (Verenidge Oostindische Compagnie). Mereka mencetak banyak hal, mulai dari brosur, pamflet, hinggakoran dan majalah (Kurniawan Junaedhi, 1995: Rahasia Dapur Majalah di Indonesia). Pada tahun 1778, berdiri perpustakaan Bataviaash Genootschaap vor Kunsten en Watenschappen, dengan koleksi naskah dan karya tulis bidang budaya dan ilmu pengetahuan di Indonesia. Budaya dan kebiasaan baca pada waktu itu, sebagaimana di daratan Eropa dan Amerika, terbatas pada kaum kolonial, bangsawan, kaum terpelajar, dan pemuka-pemuka agama.
b. Buku Anak-Anak
Terdapat fenomena menarik untuk buku buat anak-anak. Pada tahun 1916 saja ternyata sudah ada 61 judul, yakni dengan bahasa Jawa 36 judul dan bahasa Sunda 25 judul. Pada tahun 1921, buku cerita kanak-kanak berbahasa Melayu pertama diterbitkan, berjudul “Cerita Seekor Kucing yang Cerdik”, disadur dari cerita Prancis.
Sementara, monumen bersejarah penerbitan buku anak ditandai dengan terbitnya cerita “Si Samin”, yang merupakan cetak ulang dari buku yang awalnya berjudul “Pemandangan dalam Dunia Kanak-kanak” karangan M.Kasim, tahun 1924. Buku anak-anak kembali mengalami booming pada tahun 1990-an hingga sekarang, terutama dengan membanjirnya komik-komik asal Jepang.
c. Berdirinya Pabrik Kertas Pertama
Hubungan kolonial Belanda di Hindia Belanda dengan pusat yang terhambat karena Perang Dunia I tahun 1918 mengakibatkan suplai kertas dari negeri Belanda terhenti. Agar pasokan tetap seperti semula, NV Gelderland Papier Fabriek di Nijmegen berinisiatif membuka usaha di Hindia Belanda. Tempat yang dipilih sebagai pabrik adalah Padalarang, karena letaknya yang strategis antara Bandung-Jakarta, dekat dengan jalur kereta api, sumber air dengan kualitas bagus untuk pengolahan kertas, dan banyaknya tersedia merang sebagai bahan baku kertas waktu itu. Perusahaan berkembang dan berubah nama menjadi NV Papier Fabriek Padalarang-Leces.
Ketika terjadi nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda, pabrik ini diambil oleh pemerintah dan menjadi Perusahaan Negara (PN) Kertas Padalarang. Kertas dari daerah ini digunakan untuk pembuatan buku tulis, kertas uang, dan kertas lichtdruk.
d. Buku Pasca Kemerdekaan
Periode setelah kemerdekaan ditandai dengan penerbitan buku-buku dalam bahasa Indonesia. Terdapat tren melakukan cetak ulang buku-buku, di samping menerbitkan buku baru. Hingga tahun 1950, penerbitan seperti BP masih dominan dan berhasil menerbitkan dan mencetak ulang 128 judul buku dengan tiras 603.000 ekslempar. Pada saat ini pula muncul karya-karya sastra dari para penulis seperti Idrus dengan “Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma”; Tambera karya Utuy Tatang Sontani; Pramudya Ananta Toer dengan “Dia Jang Menjerah” dan “Bukan Pasar Malam”; Mochtar Lubis dengan “Si Djamal”. Selain karya anak negeri, BP juga menghadirkan karya para penulis dunia seperti Fyodor Dostojevsky, John Steinbeck, Anton Chekov, dan lainnya. Di masa sekarang, penerbit BP rata-rata memprroduksi buku sebanyak 320 judul pertahun, dengan porsi terbesar masih buku-buku yang cetak ulang dari tahun-tahun sebelumnya.

Proses Penerbitan Buku
Proses penerbitan buku pada dasarnya ada empat tingkat:
1. Editorial
-          mengumpulkan bahan mentah
-          Konstruksi judul dan perencanaan penerbitan
-          Gaya penulisan diteliti
2. Desain
-          dikirim ke desainer desain buku untuk mengatur konsep buku
-           Tata letak buku, desain kulit, pemilihan warna yang sesuai, menentukan jumlah halaman, akan diselesaikan di sini
-          Layout
-          Koreksi
-          manuskrip dalam bentuk PDF (dahulu dalam bentuk film) akan dikirim ke printer di pabrik.
3. Percetakan
4. Pemasaran.

7. Segi Bisnis dari Buku di Indonesia
a. Ekonomi Buku
Penjualan buku di Indonesia biasanya dilakukan dengan beberapa cara (Surianto dalam Taryadi, 1999): a) melalui display toko buku; b) melalui grosir atau distributor (misalnya: buku-buku komik terjemahan asing); c) penjualan langsung (direct selling); d) online.
Penjualan lewat display dan distributor merupakan cara yang paling lazim dilakukan di Indonesia. Khusus tentang distributor, kebanyakan buku-buku komik asing (anak-anak, remaja, ataupun dewasa) menggunakan jalur ini sebelum sampai ke eceran (toko buku). Misalnya saja, Elex Media Komputindo menjadi agen/distributor bagi Kodansha Jepang untuk komik-komik asal negeri Matahari Terbit tersebut. Belakangan, penjualan dengan cara langsung juga digemari, seperti yang dilakukan pada buku terjemahan Harry Potter oleh Gramedia, buku “Supernova” oleh manajemen Dewi RSD, dan lain-lain.
Diagram Distribusi Buku di Indonesia (modifikasi dari Teddy Surianto: “Potret Distribusi Buku di Indonesia” dalam Taryadi/1999)
Selama lima belas tahun terakhir, sirkulasi rata-rata per judul buku di Indonesia ditengarai terus menurun (Taryadi, 1999). Tahun 2003, IKAPI hanya memproduksi 4000 judul buku baru, jauh dibandingkan Malaysia 10.0000, Jepang 44.000, Inggris 61.000 judul, dan Amerika 65.000 judul.
b. Pembeli buku dan Toko Buku
Prof. Sigeo Minowa dari Jepang pernah meneliti jumlah uang yang dikeluarkan oleh rakyat Indonesia untuk membeli buku. Dengan menggunakan parameter Book Production Consumption (BPC), diperoleh angka 0,144% untuk Indonesia, dengan asumsi produk buku tahunan 215 juta eksemplar, dan harga jual rata-rata Rp 4000. Angka ini masih lebih rendah dibandingkan Filipina (0,286%) dan negara-negara maju yang mencapai 0,35% (Laporan UNDP, 1994 dalam Taryadi, 1999).
Di internet, terdapat banyak situs buku dan penerbit yang memungkinkan pembeli memesan secara online. Demikian pula forum-forum diskusi buku bayak dibuat.
Yang paling berpengaruh adalah mailing list pasarbuku@yahoogroups.com (Januari 2000) dengan jumlah anggota lebih dari 1700 orang yang datang dari berbagai kalangan, baik pembaca, penerbit, distributor buku, dan penulisnya.
Sedangkan jumlah toko buku, atau kios kecil buku yang ada di Indonesia sekitar 2000 buah. Jumlah itu dibandingkan luas kepulauan Nusantara dan jumlah penduduk masih kurang mencukupi. Toko yang disebut kebanyakan berupa toko kecil sederhana dengan luas rata-rata 10 meter persegi. Hanya sekitar 5% dari toko buku yang dikategorikan modern dan dibangun di kota-kota besar, seperti Gramedia dan Gunung Agung. Kini, model toko seperti QB dan Aksara, yang menggabungkan antara bisnis, minat baca, dan gaya hidup mulai menarik banyak perhatian.
c. Tentang Daya Baca
Statistik menunjukkan bahwa 84% penduduk Indonesia (sekitar 168 juta) sudah melek huruf, jauh di atas rata-rata negara berkembang yang hanya 69%. Persoalannya, sehingga tingginya tingkat kemampuan baca tidak diiringi dengan meningkatnya minat baca, juga daya beli dan ketersediaan buku yang akan dibaca. Ignas Kleden dalam Taryadi (1999) memberi fakta bahwa sebuah buku yang dicetak sebanyak 3000 eksemplar ternyata dalam satu tahun tidak habis terjual di pasar Indonesia yang berpopulasi 200 juta orang lebih.
Pemerintah telah berupaya mengatasi hal tersebut, antara lain dengan menetapkan Bulan Mei sebagai Bulan Buku, sebagaimana yang dicanangkan sejak 2 Mei 1995 oleh Pak Harto di Pontianak. Demikian juga bulan September dicanangkan sebagai Bulan Gemar Baca, berbarengan dengan Hari Aksara Internasional yang jatuh pada bulan sama. Akhir-akhir ini pertumbuhan klub-klub penggemar dan membaca buku cukup menggembirakan, terutama lewat milis-milis di internet.
Perpustakaan juga menjadi salah satu cara untuk menyediakan tempat membaca bagi seluruh warga. Indonesia saat ini masih kekurangan dalam jumlah perpustakaan. Tercatat ada 1 (satu) perpustakaan nasional dengan koleksi 1.976.150 buku, 2.583 perpustakaan umum, 117.000 perpustakaan sekolah dengan total koleksi 106 juta buku, 798 perpustakaan universitas, dan 326 perpustakaan khusus.
8. Teknologi Cetak Majalah dan Buku di Indonesia
Perkembangan teknologi cetak buku dan majalah di Indonesia secara langsung mengikuti perkembangan yang terjadi di dunia, khususnya daratan Eropa dan Amerika. Dimulai dengan penggunaan mesin cetak hasil pengembangan Guttenberg, yang baru masuk ke Indonesia (waktu itu Hindia Belanda) pada abad 17. Hingga masa tahun 1960-an, percetakan menggunakan mesin typesetting atau letter press (proses cetak dengan permukaan timbul/menonjol).
Sejalan dengan ditemukannya litografi, yang proses cetak analognya menggunakan permukaan datar dan rata, produksi dapatt dilakukan lebih cepat. Mulai tahun 1970-an, penggunaan mesin cetak offset mulai dilakukan di dalam negeri. Kelompok Kompas Gramedia (KKG), misalnya, awalnya hanya menerbitkan majalah Intisari dengan dibantu percetakan dari luar. Intisari dan Koran Kompas --yang terbit kemudian—ternyata oplahnya terus meningkat sehingga memaksa mereka untuk membuat percetakan sendiri. Mesin-mesin cetak web-offset waktu itu antara lain datang dari merek Pacer (Inggris), double width Goss Urbanite (Amerika), dan Heidelberg (Jerman). Teknologi offset cukup lama bertahan bahkan hingga kini. Yang berubah adalah kemampuan mencetak ukuran kertas yang lebih beragam, kecepatan, dan kapasitas cetak yang jauh lebih besar dibanding sebelumnya.
Dengan masuknya era digitalisasi, proses percetakan juga ikut berubah. Yang sekarang lazim dilakukan untuk hampir seluruh buku dan majalah adalah Computer to File (CTP), yang halaman per halaman data digital dikonversi menjadi lembar film, kemudian dibuat plat-nya sebagai acuan cetak. Yang paling mutakhir adalah teknik CTP (Computer to Plate), yakni proses pembuatan image (citra/gambar) pada plat tanpa menggunakan proses pembuatan film fotografi. Citra atau gambar langsung dicetak pada plat langsung dari file komputer. Dengan ini, satu proses yaitu pembuatan film dapat dipotong sehingga mempersingkat waktu pencetakan.Teknik CTP ini sudah beredar di Indonesia dalam skala terbatas sekitar tahun 1995-1996, khususnya untuk mencetak buku atau brosur dalam waktu singkat (annual report, prospektus perusahaan go public, dan lain-lain). Penghematan ini bisa percetakan jadikan insentif bagi harga cetak dan menjadi faktor kompetisi untuk menarik pelanggan baru. Tahun 2004, kabarnya Majalah Pantau merupakan majalah yang dicetak dengan teknologi CTP.
Dengan digitalisasi ini muncul pula tren cetak sesuai permintaan (print on demand), yang mencetak buku dalam jumlah sedikit. Ini dimungkinkan dengan majunya teknologi printer, yang minimal menghasilkan tulisan dengan resolusi 600 dot per inch (dpi). Penerbit merasa lebih aman dengan cara ini, karena tidak harus mencetak banyak dengan resiko tidak terjual (sebagai contoh, di Amerika tingkat retur buku mencapai 40%). Cara ini juga lebih bersifat personalisasi, yang memanjakan calon pembeli. Di dalam negeri, belum ada informasi tentang penerbitan buku dengan model ini.
9.       Contoh Konglemerasi Media
KOMPAS GRAMEDIA
-          Majalah Kompas
-          Koran Kompas
-          Toko buku Gramedia
-          Percetakan Gramedia
-          Radio Sonara
-          Majalah Bobo
-          Novel
-          Komik PT Elexmedia Komputindo
-          Buku pelajaran (Grasindo)
-          Film
-          Hotel Santika Bandung
-          Tabloid Bola
-          Kompas Online
-          Trans7
-          Universitas
-          Kompas Tv


10.  E-Publishing
Di Indonesia, pengaruh penerbitan elektronik di Amerika dan Eropa juga mengilhami penerbit lokal untuk melakukan hal sama. Penerbit pertama yang merilis e-book di Indonesia adalah Penerbit Mizan, pada awal tahun 2001. Buku “Wasiat Sufi Imam Khomeini” yang dibuat dalam 3 jilid berformat PDF dapat diperoleh dengan mengakses www.ekuator.com. E-book ini dapat diperoleh tanpa biaya dengan mendaftarkan diri sebagai anggota. Karena sifatnya yang gratis tersebut, saat awal pertama diluncurkan, sudah ada 4 ribu orang yang men-download. Mizan memperkirakan hingga kini jumlahnya sekitar 30 ribu orang. Ekuator juga menerbitkan e-book gratis “Pemberantasan Korupsi untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran, Kesejahteraan, dan Keadilan" karya Kwik Kian Gie dan “Lawan Dolar dengan Dinar” karya Zaim Saidi.
Kelebihan ebook          :
§  Mudah dibawa
§  Ebook tidak membutuhkan kertas dan tinta.
§  Ebook lebih murah dari pada harga buku cetak.
§  Ebook juga mudah didapatkan dengan cara mendownload. Jadi tidak perlu repot-repot pergi ke toko buku dan menunggu pesanan buku.
§  Pendistribusiannya lebih mudah
Kekurangan ebook   :
§  Ebook membutuhkan baterai untuk beroperasi. Jadi jika baterai habis kegiatan membaca pun terhenti.
§  Ebook dapat mengundang kejahatan.
§  Ebook membutuhkan perangkat yang mahal.
§  Ebook rentan dengan kerusakan.
Buku sebagai media dari catatan-catatan dan tulisan-tulisan secara manual atau biasa disebut manuscipe yang menjadi penjelasan atas sesuatu bagi yang membacanya, memiliki beberapa keunggulan dibanding beberapa media penyimpan data yang lain, yaitu :
1. buku dapat dibawa kemanapun tanpa harus ada batere untuk membacanya
2. buku dapat bertahan lebih lama dalam keadaan terawat.
11.   Masalah Yang Pernah Terjadi di Indonesia
Pelarangan dan ‘Pembredelan’ Buku
Terdapat banyak buku, baik sebelum terbit maupun setelah beredar di pasaran, yang akhirnya harus dihentikan atau dilarang. Kolom Stanley di Tempo Interaktif (1996) menunjuk angka 2000 buku. Demikian pula laporan Human Right Watch (http://www.hrw.org/reports98/indonesia2 /Boorneote-06.htm) mencatat angka yang sama. Pelarangan itu disebabkan beberapa faktor, antara lain karena isi buku yang mengemukakan faham atau ideologi yang dianggap berbahaya (komunisme), pornografi, SARA, dan sebagainya. Yang terbanyak dilarang adalah buku karya Pramoedya Ananta Toer, yakni sebanyak 12 judul.
Beberapa judul buku terkenal yang sempat dilarang terbit atau ditarik dari peredaran tersebut antara lain:
  • Tan Malaka: Pergulatan Menuju Republik, Vol. I (Tan Malaka: The Struggle for the Republic) oleh Harry A. Poeze.
  • Di Bawah Lantera Merah (Under the Red Lantern), awal 1960-an, oleh Soe Hok Gie
  • Sang Pemula, biografi politik Tirto Adhi Suriyo, oleh Pramoedya Ananta Toer;
  • Sang Pemula, biografi politik Tirto Adhi Suriyo, oleh Pramoedya Ananta Toer;
  • Cina, Jawa, Madura dalam Konteks Hari Jadi Kota Surabaya.
  • A Story of Indonesian Culture, oleh Joebaar Ajoeb.
  • The Devious Dalang: Sukarno and the So-Called Untung Putsch.
  • Amerika Serikat dan Penggulingan Soekarno (terjemahan), karya Peter Dale Scott.
  • Primadosa: Wimanjaya dan Rakyat Indonesia Menggugat Imperium Soeharto, 1994 oleh Wimanjaya K. Liotohe.
  • Kehormatan Bagi Yang Berhak: Bung Karno Tidak Terlibat G30S/PKI, karya Manai Sophiaan.
  • Nyanyi Sunyi Seorang Bisu,1995, Pramoedya Ananta Toer.
  • Bayang-Bayang PKI.
  • Memoar Oei Tjoe Tat, dll
 12.  Hukum dan Regulasi
  Keppres No 5 Tahun 1978, Badan Pertimbangan dan Pengembangan Buku Nasional  (BPPBN)
  tahun 1995, dibentuk Dewan Buku Nasional (DBN)
  SIUP adalah Izin Usaha yang dikeluarkan Instansi Pemerintah melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota/Wilayah sesuai domisili perusahaan.
Tiga jenis pajak industri buku Indonesia:
  Pajak pembelian kertas
  Hak Cipta Penulisan
  Pajak penjualan
  30% untuk produksi
  70% biaya pajak
Hak Cipta
Peraturan tentang hak cipta sesungguhnya telah ada sejak jaman Belanda, yakni dengan diberlakukannya UU Hak Cipta tahun 1918. Undang-undang tersebut kemudian digantikan dengan UU No. 62 tahun 1982. Namun isinya dianggap kurang tegas terhadap pelaku tindak kejahatan pembajakan buku. Dalam UU ini ancaman hukuman yang berlaku adalah paling lama 9 bulan dengan denda Rp 5 juta. Baru pada tahun 1987, muncul UU No 7 tentang Hak Cipta , yang menegaskan ancaman hukuman maksimal 7 tahun dengan maksimal denda Rp 100 juta. Begitupun, ternyata pembajakan masih tetap merajalela.
1.       Permasalahan Industri Buku Indonesia
  Belum menjadi kebutuhan pokok
  Relatif mahal
  Pembajakan buku
  Kebijakan pemerintah kurang mendukung
  Hak-hak intelektual editor, ilustrator, dan perancang buku belum terlindungi secara hukum.
  Bahan baku kertas yang tinggi
  Penyalahgunaan percetakan (pembajakan, pornografi, dan profokasi;)
  Buku elektronik serta pengunduhannya belum diatur melalui ketentuan hukum
  SDM

B.      KESIMPULAN

    1. Proses penerbitan buku pada dasarnya ada empat tingkat:
      1. Editorial
      2. Desain
      3. Percetakan
      4. Pemasaran
Penjualan buku di Indonesia biasanya dilakukan dengan beberapa cara (Surianto dalam Taryadi, 1999) :
                a) melalui display toko buku;
                b) melalui grosir atau distributor
                c) penjualan langsung
                d) online.

    1. KOMPAS GRAMEDIA merupakan perusahaan yang mengkonglomerasi berbagai media, terutama media buku dengan perusahaannya yang terkenal yaitu toko buku Gramedia.

    1. E-PUBLISHING masih belum dirasakan manfaatnya di negara Indonesia. Karena masih banyaknya pembajakan berupa download secara gratis.

    1. Hukum dan regulasi industri buku, berdasar pada Badan Pertimbangan dan Pengembangan Buku Nasional  (BPPBN), Dewan Buku Nasional (DBN), SIUP dan Hak Cipta.
    2. Permasalahan Industri Buku Indonesia

      Tidak ada komentar:

      Posting Komentar

      Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.